Banjarnegara,
 Jawa Tengah adalah termasuk salah satu Kabupaten yang memiliki seni 
kerajinan itu dengan Desa Gumelem Kulon, Gumelem Wetan serta Desa Penarusan Wetan, Kecamatan Susukan sebagai sentranya.
Pagi
 itu matahari masih enggan untuk  memancarkan cahayanya karena masih 
diselimuti  awan tebal. Meski begitu sebagian besar masyarakat di Desa 
Gumelem tetap melakukan aktifitas sebagai-mana hari-hari biasa.
Dari
 kejauhan suara theng-theng-theng muncul dari balik rerimbunan pohon 
yang cukup indah seolah menyambut kedatangan kami. Suara 
bersahut-sahutan itu ternyata ditimbulkan dari aktifitas penduduk 
setempat yang sedang sibuk membuat peralatan pertanian (Pande besi).
Pada
 sudut pandang yang berbeda tampak pula puluhan ibu sedang asyik 
melakukan aktifitas sebagai pembatik. Suasana seperti itu seolah 
menggambarkan bahwa masyarakat Gumelem semuannya pekerja keras. 
Beberapa
 pengrajin batik yang berhasil dimintai komentarnya mengatakan, batik 
tulis “Gumelem” sudah ada sejak sekitar tahun 1573, bersamaan dengan 
berdirinya tanah perdikan “Gumelem” di bawah pengaruh Kasunanan 
Surakarta waktu itu yang kemu-dian berubah menjadi daerah “Kademangan”.
Masa
 keemasan “Batik Gumelem” beberapa puluh tahun lalu pernah mengalami 
kemun-duran bersamaan dengan adanya perubahan status kedemangan. 
Melunturnya nilai-nilai sakral dalam kehidupan masyarakat sehari-hari 
juga menambah suramnya dunia batik di daerah yang dikenal pula dengan 
Dawet Ayunya itu.
Namun
 mulai tahun 2004, nama Gumelem menjadi sering disebut-sebut oleh banyak
 orang menyusul adanya Surat Edaran Bupati Banjarnegara tentang 
penggunaan “Batik Tulis  Gumelem” bagi semua Pegawai Negeri Sipil dalam 
melaksanakan tugas sehari-hari.
Kegembiraan
 para pengrajin nampaknya semakin sumringah saja setelah sebuah badan 
dunia (Unesco) mengakui keberadaan “Batik Indonesia”
Sejak
 itu pula “Batik Tulis Gumelem”  mulai dikenal oleh banyak kalangan, 
tidak hanya di daerah Banjarnegara sendiri, tetapi mulai dikenal pula 
oleh daerah lain di wilayah eks Karesidenan Banyumas.
Dari
 Bagian Perekonomian Setda Kabupaten Banjarnegara menyebutkan, jumlah 
pengrajin batik di ketiga desa itu telah mencapai sekitar 233 orang dari
 jumlah semula yang hanya ting-gal sekitar 55 orang pada tahun 2003.
Bersamaan
 dengan itu, jumlah produksi batiknya juga terus meningkat seiring 
dengan membanjirnya jumlah pesanan yaitu mencapai 15.640/tahun. Adapun 
daerah pemasarannya disamping untuk memenuhi pesanan dari Banjarnegara 
sendiri, juga dipasarkan di daerah lain dalam wilayah Kare-sidenan 
Banyumas.
Ny.
 Sartinem (60 th), adalah salah satu dari beberapa pengrajin sekaligus 
juga pengusaha batik di Desa Gumelem Kulon yang hingga kini masih tetap 
setia menekuni bidang itu.
Di
 temui di tempat usahanya Ny. Sartinem tampak sedang asyik menorehkan 
canting berisi malam ke lembaran kain putih dengan motif klasik “Udan 
Liris”, “melestarikan budaya bangsa” katanya  menjadi alasan paling 
pokok ibu dengan tiga orang anak itu melestarikan dan mengembangkan 
batik tulis “Gumelem”.
Menurut
 Ny. Sartinem, membatik bagi masyarakat Desa Gumelem khususnya kaum ibu 
merupakan kegiatan turun-temurun yang diwariskan oleh nenek moyangnya 
sejak tahun 1573 bersamaan dengan  berdirinya daerah Kademangan. Ia 
sendiri sudah tercatat sebagai pembatik generasi ke-empat, dan semua 
anak kami bisa membatik, katanya.
 Perjalanan kami lanjutkan dengan menemui pengusaha batik lainnya yaitu Sumirah (40 th) anak pertama dari Ny. Sartinem.
 Ditengah kesibukannya menyungging (memindahkan design) ke lembaran kain
 putih di atas meja kaca dengan motif “Pintu Retno” Mirah mengatakan, 
jika rutinitasnya itu sudah dilakoni sejak usia 8 tahun. Jadi sudah 32 
tahun kami membantu orang tua membatik, katanya.
Perjalanan kami lanjutkan dengan menemui pengusaha batik lainnya yaitu Sumirah (40 th) anak pertama dari Ny. Sartinem.
 Ditengah kesibukannya menyungging (memindahkan design) ke lembaran kain
 putih di atas meja kaca dengan motif “Pintu Retno” Mirah mengatakan, 
jika rutinitasnya itu sudah dilakoni sejak usia 8 tahun. Jadi sudah 32 
tahun kami membantu orang tua membatik, katanya. 
Ia sendiri mulai mengembangkan batik tulis secara mandiri baru sekitar 5 tahun dengan modal awal Rp 1 juta.
Seiring
 dengan perkembangan jaman,  Mirah tidak hanya membuat batik tulis 
dengan motif klasik saja, motif dan warna kontemporer lainnya juga 
diproduksi untuk memenuhi selera konsumen, seperti motif Simbaran, Arum 
Kenanga, Giri Langen, Dunia Baru, Jagadan dan motif kontemporer lainnya.
Menyinggung
 tentang proses pembuatan kain batik, secara singkat Mirah menjelaskan 
bahwa membatik adalah menuliskan malam yang dicairkan di atas kompor 
pada kain yang sudah dipola sebelumnya dengan menggunakan canting. 
Kain
 yang sudah selesai ditulis itu kemudian diberi warna dengan jalan 
dicelup. Proses pencelupan bisa berulang-ulang tergantung jumlah warna 
yang dikehendaki. Maka jangan kaget jika satu lembar kain batik waktu 
yang dibutuhkan bisa mencapai satu minggu, sedangkan untuk kain batik 
yang halus bisa mencapai setengah bulan. 
Dengan empat belas orang tenaga kerjanya, setiap bulan Mirah mampu memproduksi sekitar 100
 sampai 120 lembar batik biasa. Sedangkan untuk batik-batik dengan 
tingkat kesulitan yang lebih tinggi, setiap bulannya baru mampu 
memproduksi sebanyak lebih kurang 30 lembar. Harganyapun berfariasi 
mulai dari harga Rp 70 ribu sampai Rp 350 ribu. Selama ini jenis batik 
yang sering diproduksi adalah jenis batik dengan harga sekitar Rp 90 
ribu sampai Rp 120 ribu.
Menyinggung masalah pemasaran, selama ini baru bisa mencukupi pasar lokal yang sebagian besar merupakan pesanan. Bagi
 seorang Mirah, dunia perbatikan semula hanyalah sebatas hobi saja, 
tetapi sekarang telah menjadi hoki, lumayan buat menutup kebutuhan 
keluarga meski masih dalam skala kecil, katanya
Menurut Mirah, trend batik di tanah air yang
 terjadi saat ini benar-benar memberikan dampak positif bagi para 
pengrajin batik di Gumelem. Tidak mengherankan jika para pengrajin 
menginginkan hal itu akan berlangsung lebih lama, sehingga kegiatan membatik benar-benar dapat dijadikan sebagai sumber mata pencaharian khususnya bagi kaum ibu.
Sementara itu, bagi Pemerintah Kabupaten Banjarnegara, batik tulis nampaknya dijadikan sebagai barang kerajinan peninggalan budaya adiluhung yang perlu di lestarikan. Oleh karena itu pemerintah lewat Dekranasda setempat sejak tahun 2003 telah mengadakan berbagai kegiatan, seperti pelatihan, pemberian bantuan peralatan dan permodalan, lomba design dan busana batik serta mengadakan gelar batik Banjarngara di tingkat Propinsi Jawa Tengah. mari kita sebagai generasi muda,bersama-sama mempopulerkan batik kembali, agar anak anak kita dan cucu cucu kita nanti mengetahui BATIK bukan hanya sebagai sejarah namun juga bisa mengenakan nya.. terimakasih.... Sumber: Warga Desa Gumelem Kulon, Gumelem Wetan & Penarusan, Susukan Banjarnegara



 Unknown
Unknown
 




 Posted in:
 Posted in:  






 
 
 
 
0 komentar:
Posting Komentar