Cerpen dari Ratnadewi Idrus
***
“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk
orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) adalah bagi orang-orang yang
bertakwa.” (QS. Al Qashash 28:83)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan diri kepada Tuhannya, mereka
itu penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Hud 11:23)
***
Ayuning berdecak kagum akan kemampuan sahabatnya
menggugah rasa setiap wanita yang menghadiri pengajian “Melati”. Hampir
saja ia tak percaya bahwa yang ada di hadapannya itu adalah “Nisa”
sahabatnya. Setidaknya bukan dia saja yang berpendapat demikian,
sayup-sayup suara sekeliling melontarkan hal senada. Padahal baru
beberapa minggu yang lalu mereka memikirkan bagaimana cara membina
akhlak bunga negeri ini, perlahan keinginan itu terwujud. Setelah
pengajian usai, para akhwatpun pulang, tinggal mereka berdua yang sibuk
membenahi “Taman Belajar”, tempat khusus yang disediakan orangtua Nisa
untuk mengaji. Perlahan Ayu mendekati Nisa.
“Kamu hebat, Nisa!, semua begitu terkesan akan
nasihatmu, untaian kata-katamu bagai tetesan embun yang menyusup ke
kedalaman jiwa, mereka semua kagum padamu, terlebih ketika mendengar
syair lagu cinta pada Allah yang..”.
“Nisa mohon, tolong hentikan pujian itu, Ayu..!”.
Perkataan Nisa tak dihiraukan Ayu, ia masih saja menyanjung-nyanjung sahabatnya. Sementara Nisa komat kamit mengucap istighfar.
“Tolong hentikan pujian itu, Ayu..!”. Kali ini nada
suara Nisa agak keras, Ayuning heran melihat rona wajah sahabatnya itu
menunjukkan ketidaksenangan, dan tatapan mata yang redup itu berubah
menjadi tajam.
“Ayu mau tahu, nggak? pujian Ayu itu sama artinya Ayu memenggal leher(*) Nisa?!”.
Taakkk! Ayuning kaget mendengar perkataan itu.
“Astaghfirullaahul ‘aziim.. kenapa Nisa bilang begitu???!!! “.
“Pujian Ayu akan membuat Nisa sombong, Ayu.. dan
balasan Allah terhadap makhluk-Nya yang sombong adalah neraka Jahannam!,
apakah Ayu ingin Nisa masuk neraka Jahannam?..” .
Ayu tersentak!, tiba-tiba ada energi luar biasa
yang menyelimuti dirinya, ia mendengar Qalam Allah mengenai kesombongan
dibacakan kepadanya, indah dan menggetarkan jiwa, (yang artinya):
“Kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang
berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para
malaikat, sedang mereka tidak menyombongkan diri.” (QS. An Nahl 16:49)
“Janganlah kamu berjalan di muka bumi ini
dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat
menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS. Al Israa’ 17:37)
“Janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia
(dengan sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.” (QS. Luqman 31:18)
“Dikatakan (kepada mereka): “Masukilah
pintu-pintu neraka Jahannam itu, dan kamu kekal di dalamnya”. Maka
neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang
menyombongkan diri.” (QS. Az Zumar 39:72)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dengan
ayat-ayat Kami, adalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengan
ayat-ayat (Kami), mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji
Tuhannya, dan mereka tidak menyombongkan diri.” (QS. As Sajadah 32:15)
Tubuh Ayuning lemas seketika, wajahnya pucat, ia
menyungkur sujud kepada Allah, “Laa ilaaha illaa anta Subhanaka inni
kuntu minazh zhaalimiin”. Berulangkali kalimat itu diucapkannya. Nisa
tak tahan melihat sahabatnya seperti itu, secepat kilat ia menghampiri,
“Sudah Ayu, bangunlah..! “.
“Maafkan Ayu ya Nisa, Ayu khilaf..”.
“Sudah Nisa maafin, sayang.. maafkan Nisa juga ya..
karena keras pada Ayu. Bukankah tujuan kita semula mengadakan
pengajian ini lillaahi ta’ala?.. agar Allah sayang pada kita, agar
Allah cinta (ridha) pada kita?.. betapa nelangsanya jiwa ini melihat
fenomena kemaksiatan yang terjadi, melihat ketidakmengertian bunga
negeri, kita harus merangkul mereka, Ayu.. semua itu tidaklah mudah,
semua itu membutuhkan perjuangan!, usaha ini baru kita mulai perlahan,
apakah karena pujian kita menjadi lupa akan niat kita semula? ibarat
segelas air, jikalau tercampur noda sedikit, maka keruhlah semuanya.
Begitu pula Allah dalam melihat Qalbu dan amalan perbuatan kita.
Sehebat-hebatnya insan, ia tetap hamba Tuhan, tak
akan pernah bisa menembus bumi dan sekali-kali tak akan sampai setinggi
gunung. Hamba-hamba Allah Yang Maha Penyayang itu adalah orang-orang
yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati, Ayu.. Sungguh, Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong dan suka membangga-banggakan
dirinya!.
Ayu, bagaimanakah mungkin kita bisa sombong,
sedangkan hidup kita sendiri hanyalah pinjaman dari Tuhan?. Bagaimanakah
mungkin kita bisa merasa lebih dari orang lain sedangkan kejadian kita
dari unsur yang sama-sama hina?. Jangan pernah lupa dari apa asal
kita, jangan pernah lupa bahwa kelak kita akan mati, kembali masuk
tanah dan menjadi tanah, tinggal tulang-tulang berserakan dan
menakutkan!.
Bukankah Allah murka terhadap Syaithan kerena
merasa dirinya lebih tinggi dibandingkan dengan manusia?, Bukankah
Fir’aun, Qarun dan Haman mati binasa karena kesombongannya?
Segala apa yang ada di langit dan semua makhluk
melata di bumi dan juga para malaikat, mereka semua bersujud kepada
Allah, dan mereka semua tidak pernah menyombongkan diri. Apalah lagi
kita ini, malu sama Allah Ayu.., betapa Ia begitu dekat, betapa Dia Maha
Menatap!”. Nisa menghentikan kalimatnya. Ayuning yang sedari tadi
diam, kemudian ikut bicara,
“Ayu jadi teringat sabda Rasulullah Saw Nisa, bahwa
angkuh dan sombong itu adalah pakaian Allah, siapa yang menyaingi
pakaian-Nya. Allah Ta’ala akan menyiksanya. (HR. Muslim)
Beliau juga mengatakan: “Tidak ada yang lebih
suka dipuji selain dari Allah Swt, karena itu Dia memuji diri-Nya
sendiri. Dan tidak ada yang lebih pencemburu dari Allah, karena itulah
Dia mengharamkan segala yang keji”. (HR. Muslim)
Dan pernah suatu ketika, Rasulullah berkata pada para sahabat yang menghormati kedatangannya, “Janganlah
kalian menyanjung-nyanjung diriku sebagaimana orang-orang Nasrani
menyanjung-nyanjung Isa putra Maryam. Sesungguhnya aku ini hanyalah
seorang hamba, maka katakanlah, “Hamba dan utusan Allah”. (HR. Imam Ahmad)
Keduanya saling berpandangan dan tersenyum. Ayu melanjutkan kata-katanya,
“Yach, kita ini hanyalah seorang hamba, alangkah
indahnya jika hanya menghamba pada Allah saja, Laa ilaa haillallaah
(Tiada Tuhan selain Allah), segala yang ada di bumi maupun di langit ini
akan rusak binasa kecuali Allah! tak pantas kita memuji makhluk-Nya
dengan melupakan Siapa Yang Menciptakannya” . Bahagia
sekali kedua sahabat itu kini, mereka saling mengingatkan satu sama
lain. Sejenak Nisa memecahkan suasana, “Bunda Ayu, jangan lupa ditunggu
anak-anaknya, lho..”.
Ayu tersenyum malu pada Nisa, “Ah Nisa..”. Mereka berdua bersiap-siap untuk ke Panti Asuhan “Rindu Bunda”.
***
Seperti biasa, anak-anak yatim piatu itu berlari menyambut kedatangan Ayu dan Nisa, Qitri kecil berlari ke arah Ayuning.
“Bunda Ayu..”. ia menghambur kepelukan Ayu,
sementara yang lain berebutan mencium tangan Ayu dan Nisa seraya
tersenyum senang karena mendapat hadiah kecil. Qitri berusaha keras
mendapat perhatian lebih dari Ayuning, maklum gadis mungil itu paling
muda di antara anak-anak panti lainnya.
“Bunda.., Qitri kangen ceritanya.., kalau Bunda
cerita, baguuus sekali, Qitri seneng deh..”. Anak-anak lain tak kalah
berkata, “Ia Bunda Ayu.., kami kangen ceritanya.. kalau Bunda Ayu
cerita, kami senaaaaaaang deh”.
Ayu tersenyum melihat tingkah anak-anak manis itu,
namun dalam hati ia ber-istighfar, kemudian berkata, “aduuh, aduuh..
pada muji Bunda yaa, kalau kalian memuji seperti itu, sama artinya
kalian sedang melihat Bunda ada di puncak gunung yang tinggiii sekali,
lalu ada angin yang kencaaang menerpa Bunda, akhirnya Bunda kenapa,
anak-anak?!” seketika Ali naik ke atas pohon, seolah-olah naik ke puncak
gunung yang tinggi memperagakan apa yang Ayu bilang,
“Seperti ini ya.. Bunda..”. katanya pada Ayu, semua
heboh melihatnya. “Aduuh.. Ali turun dong sayang.. nanti jatuh”. Qitri
dan anak-anak panti lainnya juga ikut berteriak, “Turun dong, Ali..
nanti jatoh lho..!!!”. Ali berusaha turun, ketika kaki kanannya sudah
menyentuh tanah, tiba-tiba tubuhnya oleng ke kiri, Gedebukk!. Anak-anak
bergegas mengerubunginya, “Kamu nggak kenapa-napa, Ali.. “. Tanya Nisa,
sedangkan Ayu bergegas ke dalam rumah untuk mencari obat. Ibu panti
tidak enak melihat tingkah anak-anak asuhannya, “Dimaklumi saja ya, nak
Ayu.. kalau ketemu Bundanya pasti begitu”. Ayu tersipu malu pada Ibu
panti. Setelah mengobati Ali, Ayu berkata pada mereka,
“Nach.. anak-anak, jadi jangan pernah memuji Bunda,
ya.. nanti Bunda jatuh kayak Ali, sakit kan, Li..”. Ali meringis
seraya menganggukkan kepalanya. Sementara si mungil Qitri berkata pada
Ayu, “Tapi bunda.. cerita Bunda bener-bener bagus.., sumpah dech..”.
Yang lain berkomentar sama.
“Baiklah kalau begitu, Bunda pingin tanya sekarang,
yang menciptakan Bunda siapa, anak-anak?.. “. mereka menjawab, “Allah
Swt”. Jadi yang pantas dipuji adalah Allah, karena Allah yang
menciptakan Bunda, jadi kalau kalian kagum pada seseorang yang mempunyai
suatu kelebihan, kalian harus memuji Allah, dengan mengatakan:
Subhanallaah (Maha Suci Allah), Walhamdulillaah (Segala Puji Hanya untuk
Allah), Walaa illaa ha ilallah (Tidak ada Tuhan selain Allah),
Wallaahu akbar (Allah Maha Besar)”.
Anak-anak menirukan satu-satu kalimat tasbih,
tahmid, tahlil, takbir yang Ayu ajarkan, setelah itu barulah ia
bercerita. Melihat tingkah sahabatnya, Nisa sangat terkesan. Tak terasa
cerita Ayupun usai, tiba-tiba mereka berdua saling berpandangan. Dengan
sinar mata kebahagiaan Ayu berkata,
“Alhamdulillah, Nisa.. Ayu telah mengajar mereka
untuk memuji Allah. Semoga mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang
mencintai Allah dengan mengikuti akhlak Rasul-Nya, hamba Allah yang
senantiasa merendahkan diri di hadapan Rabb-Nya dan setiap makhluk
ciptaan-Nya.
Nisa tersenyum mendengar penuturan sahabat yang
sangat disayanginya, “Iya Ayu, Ibarat bunga. Melati Tak Ingin Menjadi
Mawar”. Cukup Allah saja yang menilai setiap hamba-hamba- Nya. Mereka
memandang anak-anak panti yang sedang asyik bermain di halaman, dalam
hati keduanya berdoa, “Aku berlindung kepadamu Ya Allah, dari
sifat-sifat yang tidak Engkau sukai dan dari setiap manusia yang
menyombongkan diri, yang tidak beriman kepada hari berhisab”.
***
(*) Seorang laki-laki memuji orang lain dekat Nabi Saw, lalu Nabi saw berkata: “Celaka
kamu!, berarti kamu memenggal leher saudaramu-kata- kata itu Beliau
ucapkan berulangkai- Apabila seseorang kamu memuji saudaranya,
seharusnya dia berkata: “Cukuplah bagi si Fulan Allah saja yang
menilainya. Tidak ada yang lebih pantas menilainya selain Allah Ta’ala
sekalipun temannya tahu dia begini dan begitu. (HR. Muslim)
0 komentar:
Posting Komentar